Sewa Menyewa yang Berakhir Dengan Pemilikan Barang yang Disewakan
IJARAH MUNTAHIYAH BIT TAMLIK (SEWA MENYEWA YANG BERAKHIR DENGAN PEMILIKAN BARANG DISEWAKAN)
Al-ijâratul muntahiya bit tamlîk (financial leasing with purchase option) atau akad sewa menyewa yang berakhir dengan kepemilikan adalah sebuah istilah modern yang belum dikenal dikalangan Ulama ahli fikih terdahulu. Namun permasalahan ini telah sering dibahas oleh para Ulama baik melalui penelitian ilmiyah ataupun fatwa, baik di dalam negeri maupun di luar negeri hingga lembaga-lembaga penelitian internasional pun ikut berperan dalam menjelaskan hukumnya, seperti Majma’ al-fiqh al-islâmi.
Di Indonesia sendiri transaksi ini disingkat dengan IMBT; Sewa yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan terhadap barang; Sejenis perpaduan antara kontrak jual-beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang berakhir dengan perubahan status kepemilikan barang menjadi milik penyewa.
IMBT ini memiliki beragam bentuk, ada yang diharamkan dan ada yang diperbolehkan, tergantung cara dan sistem yang dijalankan. Untuk menjelaskan masalah ini, kami sajikan ketetapan Majma’ al-Fiqh al-Islami tentang masalah al-ijâr al-muntahi bit tamlîk, no. 110.
Majlis Majma’ al-Fiqh al-Islami internasional yang merupakan bagian dari Munâzhamah al-Mu’tamar al-Islami (OKI) dalam daurahnya yang ke-12 di kota Riyâdh, Kerajaan Saudi Arabia, yang diselenggarakan sejak tanggal 5 Jumada al-akhirah 1421 Hijriyah hingga awal bulan Rajab 1421 H = 23-28 September 2000 M menyatakan :
Setelah melihat makalah-makalah yang disampaikan kepada al-Majma’ berkenaan dengan masalah sewa yang berakhir dengan pemilikan (al-ijâr al-muntahi bit tamlîk) dan cek penyewaan (shukuk at-ta’jîr) dan juga setelah mendengar diskusi seputar masalah ini dengan peran serta anggota al-majma’ dan para pakarnya serta sejumlah ahli fikih, menetapkan sebagai berikut :
Sewa yang berakhir dengan kepemilikan (al-ijâr al-muntahi bit tamlîk)
Pertama : Ketentuan bentuk-bentuk yang diperbolehkan dan bentuk-bentuk yang dilarang adalah sebagai berikut:
a. Ketentuan larangan: ada dua transaksi yang berbeda dalam satu waktu pada satu barang di waktu yang sama.
b. Ketentuan yang boleh :
- Ada dua transaksi yang terpisah, berdasarkan waktunya masing-masing berdiri sendiri, maksudnya transaksi jual beli diberlakukan setelah transaksi ijârah (sewa menyewa) tuntas atau ada perjanjian pindah kepemilikan di akhir masa sewa. Dan hak khiyâr (hak pilih) sama dengan janji tersebut dalam hukum.
Sewa menyewa itu benar-benar ada bukan sebagai kamuflase untuk jual beli.
c. Jaminan (dhamân) terhadap barang yang disewakan adalah tanggung jawab pemilik, bukan penyewa. Dengan demikian penyewa menanggung semua kerusakan yang menimpa barang tersebut yang tidak disebabkan faktor kesengajaan atau keteledoran si penyewa. Penyewa tidak ada kewajiban membayar apapun apabila manfaat barang hilang.
d. Apabila dalam transaksi sewa menyewa itu ada asuransi, maka asuransi itu harus berjenis asuransi ta’âwuni syariat bukan asuransi konvensional dan yang bertanggung jawab (membayar premi) adalah pemilik barang yang disewakan (al-mu`jir) bukan orang yang menyewa (al-musta`jir).
e. Dalam transaksi sewa menyewa yang berakhir dengan kepemilikan, wajib menerapkan hukum sewa menyewa selama masa persewaan dan wajib menerapkan hukum jual beli ketika status kepemilikan barang tersebut akan pindah tangan.
f. Selama masa persewaan, biaya pemeliharaan selain operasional merupakan tanggung jawab pemilik barang yang disewakan (al-mu`jir) bukan tanggung jawab penyewa (al-musta`jir).
Kedua : Bentuk-bentuk yang dilarang.
a. Transaksi sewa menyewa yang berakhir dengan pemilikan barang yang disewa sebagai kompensasi (imbalan) dari pembayaran uang sewa selama masa tertentu tanpa dilakukan lagi transaksi baru, dimana akad sewa menyewa berubah secara otomatis diakhir masa masa sewa sebagai jual beli.
b. Penyewaan barang kepada seseorang dengan uang sewa dan dalam masa tertentu disertai transaksi jual beli terhadap barang yang disewakan tadi dengan syarat lunas seluruh biaya sewa yang sudah disepakati dalam waktu tertentu atau diberikan tambahan waktu dimasa setelahnya.
c. Transaksi sewa menyewa murni dan diiringi dengan transaksi jual beli dengan khiyar syarat untuk kepentingan orang yang menyewakan (al-mu`jir) dan itu berupa tempo sampai waktu yang lama dan terbatas yaitu akhir masa transaksi sewa menyewa.
Inilah isi dari fatwa dan ketetepan yang berasal dari komite ilmiyah dan diantaranya juga komite ulama besar di kerajaan Saudi Arabia.
Ketiga: Bentuk-bentuk yang diperbolehkan.
a. Transaksi sewa menyewa yang memungkinkan penyewa (al-musta`jir) memanfaatkan barang sewaan sebagai kompensasi pembayaran sejumlah uang sewa tertentu dalam masa tertentu dan diiringi dengan transaksi pemberian (hibah) barang yang disewakan kepada penyewa (al-musta`jir) dengan syarat lunas seluruh uang sewa. Dan traksaksi hibah dilakukan dengan transaksi baru lagi. Atau (pemilik barang) berjanji akan memberikan (menghibahkan barang yang disewakan) setelah seluruh uang sewa dilunasi. Ini sesuai dengan ketetapan al-Majma’ tentang masalah al-hibah no. 13/1/3 dalam daurah ke-3.
b. Transaksi sewa menyewa yang disertai dengan pemberian penawaran dari pemilik barang kepada penyewa (al-musta`jir) setelah melunasi angsuran sewa yang seharusnya selama masa tertentu untuk membeli barang sewaan tersebut dengan harga harga pasar ketika masa sewa telah selesai. Ini berdasarkan pada ketetapan al-Majma’ no. (44) 6/5 dalam daurah ke -5
c. Transaksi sewa menyewa yang memungkinkan penyewa (al-musta`jir) memanfaatkan barang sewaan sebagai kompensasi pembayaran uang sewa tertentu dalam masa tertentu. Lalu diiringi dengannya janji jual beli barang sewaan kepada penyewa (al-musta`jir) setelah melunasi seluruh uang sewa dengan harga yang disepakati kedua belah pihak.
d. Transaksi sewa menyewa yang memungkinkan penyewa (al-musta’jir) memanfaatkan barang sewaannya sebagai kompensasi pembayaran uang sewa dengan nominal tertentu dalam masa tertentu. Dan pemberi sewa (al-mu`jir) memberikan hak pilih kepada penyewa untuk memiliki barang sewaan tersebut kapan saja ia mau dengan syarat jual beli dilangsungkan dengan transaksi baru sesuai harga pasar. Hal ini berdasarkan ketetapan al-Majma’ terdahulu no. (44) 6/5 atau sesuai kesepakatan pada waktu tersebut.
Wallahu a’lam
(Taudhîhul Ahkâm 5/65-67)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04-05/Tahun XV/1432/2011M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3847-sewa-menyewa-yang-berakhir-dengan-pemilikan-barang-yang-disewakan.html